• HOME
  • CATATAN PERJALANAN
  • ULASAN BUKU
  • CERITA IBU
  • DIY/HANDYCRAFT

Blogger Rumahan

Menulis; berbagi ide dan cerita dari rumah

Semenjak SMA, saya merupakan penghuni rumah yang enggak betah tinggal di rumah. Tapi bukan anak yang suka keluyuran enggak jelas juga sih, namun lebih lama menghabiskan waktu di sekolah, tepatnya di ruang OSIS. Sebagai salah satu pengurus sekaligus 'penghuni' ruang OSIS, banyak hal yang saya lakukan di ruangan tersebut dari Senin sampai Sabtu, mulai dari rapat, ngerjain PR, diskusi, curhat, tiduran, makan, ngelihatin orang yang pacaran dari balik kaca jendelanya, bolos dari mata pelajaran tertentu eits.. hahaha.. Pokoknya masih banyak lagi. Tapi kalau hari Minggu tempat nongkrongnya ganti, bukan di ruang OSIS, tapi di bawah pohon rindang bareng teman-teman Pramuka. Jadi full 7 hari dalam seminggu itu saya ke sekolah. Seringnya pulang menjelang maghrib, sementara sekolah normalnya pulang jam 1 siang. Lol.

Setelah lulus SMA dan masuk ke dunia kerja, hobi keluar rumah di akhir pekan gak berhenti sampai di situ. Di Sabtu-Minggu saya masih nyari-nyari kegiatan, seperti pengajian, seminar, ikutan kuliah, dan gabung di berbagai komunitas. Pokoknya kegiatan saya seabreg dan seakan gak ada capeknya gitu. Apalagi ketika mulai ketemu dengan teman-teman yang hobi naik gunung, jalan-jalan ke pantai, ke angkringan, nongkrong di KP, duh, makin betah deh saya di luar rumah.

Efeknya apa? Saya punya banyak teman, walaupun seiring waktu ada yang ditingal dan meninggalkan. Tapi itulah kehidupan. Ada yang kurang perhatian juga, adik bungsu yang beranjak dewasa jadi jarang diajak jalan bareng. Kami jadi berjarak. Sedih? Pasti. Merasa sangat menyesal saat dia sulit 'dikendalikan'. Dan sering tak punya rasa untuk mengerti apa yang dimau dan dibutuhkan orang tua. Dua sisi yang manusiawi.

Sekarang gimana? Di tahun ke-3 pernikahan dengan bayi 19 bulan, saya sudah mulai betah tinggal di rumah. Kasih ucapan selamat, dong! Haha XD. Sekarang saya memang sedang menikmati kerja di rumah sebagai ibu rumah tangga. Belajar menjadi istri, meski masih sering merajuk dan komplen habis-habisan kebiasaan buruk suami, dan sesekali kewalahan saat anak penginnya main HP mulu kayak ibu.

Sebagai ibu rumah tangga, kini saya mempunyai waktu terbaik untuk betah di rumah. Tidak menyalahkan maupun berniat menyinggung wanita karir, namun ada yang bilang bahwa sebaik-baik tempat bagi wanita adalah di dalam rumah. Dan di sinilah saya sekarang, kembali belajar dari dan di dalam rumah.


Depok, Februari 2019
Blogger rumahan yang kadang rindu 'keluar' rumah
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Semenjak punya anak, saya males banget pergi-pergian. Mau deket atau jauh sama aja malesnya. Ngebayangin ribetnya bebawaan, apalagi kalau si bayi rewel di jalan, duh, pasti bikin pusing dan gak nyaman banget. Tapi mau gak mau rasa malas itu harus ditepis. Karena keadaan yang mengharuskan. Seperti mudik, pekerjaan, silaturahim, dan piknik (emak butuh piknik XD).

Kebetulan anak saya itu tipe yang gak betahan di tempat baru. Ngelihat orang baru dia nangis, apalagi kalau digendong sama orang yang baru dia lihat tersebut. Ada yang bilang sih itu karena orang tuanya gak ngebiasain. Oh, i see, jadi itu salah saya! Ok fine!

Akhirnya saya usaha juga untuk menepis rasa malas, tepatnya rasa takut pergi-pergian bawa bayi. Diskusilah saya dengan suami. Mulai dari perjalanan yang penting seperti mudik, enaknya naik apa ya? Bus, kereta, motor, sewa mobil, kapal laut, atau pesawat? (dua kendaraan terakhir diskip ya, soalnya mudiknya cuman Cikampek-Banten) XD.

Kereta Api

Pengalaman pertama mudik ke kampung suami, tepatnya saat bayi saya berusia 5 bulan, yakni naik kereta api. Sebetulnya gak full naik kereta api karena masih harus nyambung naik bus.

Kereta api adalah hasil dari diskusi panjang saya dengan suami. Setelah mengenyampingkan sewa mobil pribadi karena keterbatasan budget hehe. Kami menganggap transportasi umum yang satu ini adalah yang paling ramah anak. Kalau pun nanti si bayi rewel, saya bisa ajak dia jalan menelusuri gerbong kereta. Namun kenyataannya ternyata NOL besar! Perhitungan kami sudah jelas sangat melesat. Jadi waktu itu kami naik kereta ekonomi Patas Purwakarta-Jakarta di hari Sabtu. Gerbong penuh woiiiii! Kalau tempat duduk sih pasti dapat karena bawa bayi, tapi ujian lain ternyata lebih berat. Suhu di gerbong kereta yang ber-AC itu mendadak jadi puanas saat gerbong-gerbong mulai dinaiki penumpang sepanjang Cikampek-Cikarang. Bayi saya mulai gak tenang karena kegerahan. Apalagi saat penumpang yang duduk di sebelah gak tahan melihat kelucuan bayi kami dan basa-basi menyapanya. Si bayi gak tahan digodain dan akhirnya nangis. Huhuhu. Gak tanggung-tangung, nangisnya tanpa jeda sepanjang Cikarang-Senen. Banyangin gimana gak panik dan stressnya saya. Belum lagi menghadapi suara sumbang penumpang yang kasih saran ini-itu sampai pusing banget. Hahaha.

Ok kereta api gagal. Tapi masih berharap ada kereta api cepat atau kelas bisnis-eksekutif untuk rute tersebut suatu hari nanti.

Bus

Setelah sampai di stasiun Tanjung Priuk, kami nyambung bus jurusan Merak, Banten. Saya lupa nama busnya, yang pasti bus ber-AC dan lumayan nyaman. Di dalam bus bayi saya terlihat nyaman, malahan bercanda dengan ayahnya. Gak lama bus jalan dan si baby bobok, mungkin karena kecapekan setelah nangis sekian lama di kereta tanpa bisa dibujuki.


Belum lama ini juga setelah pindah ke Depok, kami mudik ke Cikampek menggunakan bus. Kali ini si bayi yang udah 18 bulan lebih antusias karena dia lagi suka banget sama tokoh Gani dalam serial Tayo. Jadi semua bus yang berpas-pasab di jalan dia panggil "Eniii.. Eniiii." Gani.. Ganiii! Haha.

Commuter Line

Semenjak tinggal di Depok, bayi saya juga antusias melihat KRL. Sebelum naik bus saat pulang ke Cikampek, kami naik KRL jurusan Citayam-Tanjung Barat, setelah itu baru naik bus di Pasar Rebo. Si bayi kurang menikmati karena penuh sesak. Berkali-kali dia bilang "Mbu, udaaaah." minta udahan, emangnya lagi naik odong-odong  bisa udahan kalau dia mau wkwkwk XD. Perjalan pulang ke Depok pun saat kereta lengang dia tetap gak betah lama-lama di KRL. Kekeuh minta udahan. Mungkin karena perjalanannya lama dan entah kenapa dia gak bisa bobok di KRL.



Motor

Di postingan sebelumnya saya pernah nyinggung soal pindah rumah. Setalah dua tahun menjalani LDM, saya dan suami memutuskan untuk tinggal bersama di Depok. Waktu itu kita pindahan naik motor. Ya, bawa bayi 18 bulan dalam perjalanan Cikampek-Depok. Bukan tanpa perhitungan tentunya, kami berdua sepakat mementingkan kenyamanan si bayi selama perjalanan. Perjalanan selama 4 jam tersebut kami menepi sebanyak 3 kali untuk istirahat dan untuk kasih ASI. Alhamdulillah si bayi gak begitu rewel dan kebanyakan tidur dalam perjalanan tersebut. Hanya saja lumayan pegel dan pantat emak serasa tepos wkwkwk XD

Untuk perjalanan jauh baru itu aja kendaraan umum yang pernah kami gunakan. Perjalanannya juga baru untuk urusan pulkam. Rencananya sih pengin ngajakin si bayi naik kapal laut dan pesawat terbang untuk urusan lainnya. Urusan apa? Ya jalan-jalan atuh! Hahaha.. Aamiin.

Untuk urusan tiket pesawat terbang, saya sih udah kepoin terlebih dulu biar tahu kisaran harganya. Tinggal nentuin mau piknik ke kota mana. Antara Jogja dan Lombok sih maunya mah. Karena kotanya udah spesifik jadi tinggal cek aja di aplikasi. Sekalian cari promo tiket pesawat biar lebih hemat, lumayan kan buat jajan bocah kembaliannya wkwkwkwk.  Pas banget di aplikasi Pegipegi lagi banyak promo, termasuk untuk penerbangan domestik dan promo hotelnya juga.


Di bulan ini ada promo Februari Berseri. Di antaranya adalah diskon tiket pesawat sampai dengan 125 ribu, dan ada juga diskon hotel 10-12% dengan maksimal diskon 1 juta untuk tanggal inap kapan saja. Walah, kalau denger diskonan mah emak-emak makin ngiler gak sih? Wkwkkw.

Jadi gak sabar pengin ngajak bayi 18 bulan buat naik pesawat, kira-kira dia anteng gak ya? Emak-emak atau bapak-bapak mungkin ada tips biar bayi gak rewel di perjalanan? Berbagi tips di kolom komentar boleh banget, loh.

Salam,
Blogger Rumahan yang kangen 'keluar rumah'
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Sampah. Sampai detik ini, satu kata itu masih jadi momok bagi saya. Ya, semengerikan itu! Pernah gak sih ngerasain hati kayak diremas-remas waktu lihat orang lempar botol minuman ke jalan dari dalam angkot yang lagi jalan? Atau lihat orang yang dengan santai buang segembolan plastik berisi entah ke sungai?

Foto by pinterest

Dan saya, sebagai ibu dengan bayi 18 bulan, juga ngerasa bersalah banget karena udah nyumbang banyak sampah popok sekali pakai. Sebersalah saat menyaksikan orang buang sampah sembarangan. Gak kebayang betapa mengerikannya nasib bumi di masa depan.

Loh, kenapa gak pake clodi? Udah, tapi gak tiap hari dipakeinnya. Jarang-jarang. Apalagi pas musim hujan kayak sekarang. Tahu kan berapa waktu yang dibutuhkan untuk mengeringkan insert clodi tanpa mesin pengering?! Ujung-ujungnya diapers tetap jadi pilihan utama.

Sebetulnya kegelisahan saya tentang sampah awalnya bukan karena sadar lingkungan, bukan. Berawal dari beberapa bulan lalu, waktu saya masih tinggal bareng orang tua. Entah kenapa petugas kebersihan di daerah tempat tinggal saya itu selalu bermasalah. Seminggu lebih sampah gak diangkut. Kebayang kan segimana banyaknya. Malahan sudah mulai melahirkan makhluk hidup baru yang u know what lah ya. Geli geli ngeri wkwkwk. Dari situ saya mulai mikir, ternyata saya udah nyumbang sampah sekian banyak. Gak kerasa kan kalau petugas kebersihan ngambilin tiap hari. Giliran ketumpuk seminggu aja udah kelihatan ngegunung. Duh, ampuni kami Rabb!

Sambil nunggu petugas kebersihan baru saya sempat curhat ke teteh soal sampah ini. Yaudah dibakar aja, teteh kasih solusi. Iyasih, tapi nyumbang polusi udara. Tapi gak ada pilihan lain. Akhirnya saya ikuti saran teteh, eh kan ujung-ujungnya tetangga ada yang komplen karena kebagian asapnya. Kena omel. Deg. Tiba-tiba ngerasa jadi orang jahat (padahal emang belum baik juga sih. Huhuhu). Kapok!

Akhir tahun lalu saya pindah rumah ke Depok. Ngontrak di rumah petak di pinggiran kota. Masalah pertama yang saya pikirkan setelah menempati rumah kontrakan apa lagi kalau bukan SAMPAH. Hahaha mereka telah meneror saya XD. Sebetulnya di daerah temat tinggal baru ini petugas kebersihannya rutin ngambilin sampah ke rumah-rumah. Hanya saja sebelumnya harus daftar dulu dan bayar iuran bulananya di muka. Masalahnya itu udah hampir seminggu ditungguin kok gak pernah pas-pasan sama abang-abang yang ngangkut sampah. Tapi akhirnya kami berjodoh kok, kita ketemu dan ngobrol-ngobrol sedikit hingga akirnya gembolan sampah berhasil dipersunting. Wkwkwkwk... Kok saya berasa jadi agak gila XD

Tapi ternyata teror soal sampah gak berhenti sampai di situ. Ceritanya seminggu pasca pindahan, suami ngajak pulang kampung ke Serang. Saat selesai mandiin Denji saya nanya ke adek ipar, buang sampah diapersnyadi mana? Dia bilang lemparin aja teh ke balik tembok belakang rumah. Saya pikir dia bercanda, tapi ini serius pake dipraktekin cara ngelemparnya. Jadi tinggi temboknya itu kira-kira 2.5 meter. Dan di balik tembok rumah mertua saya itu kebon punya orang lain. Mungkin kebonnya terbengkalai dan yang empunya jarang ngontrol. Kebayang gak sih apa yang ada di balik tembok itu? Saya nanya gitu karena kalau dari rumah mertua saya itu gak ada akses langsung ke kebon tetangga itu. Dalam bayangan saya hanya tumpukan clodi bekas pakai keponakan saya yang sekarang umurnya udah dua tahun lebih. Horor terhoror dari yang paling horor!!


Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Sudah mau sebulan saya dan keluarga kecil kami menempati rumah kontrakan di Depok. Kalau lagi ngobrol sama keluarga atau temen deket via telp or chat, yang ditanya pasti Denji betah gak tinggal di tempat baru? Gak ada tuh yang nanya ibunya betah atau enggak, hehe, gak penting juga sih. 


Sejauh ini sih Denji betah-betah aja. Gak ada acara nangis minta pulang ke rumah neneknya di Cikampek, atau gak mau bobok kalau gak di kamarnya yang dulu. Semua baik-baik saja selama ada ibu atau ayahnya di samping dia. Ya namanya juga bayi 17 bulan, belum terlalu paham tentang ginian. Cuman beberapa kali dia terlihat sedih pas video call dengan nenek atau kakak-kakak sepupunya di Cikampek. Mungkin dia ada perasaan kangen juga, sama kayak orang dewasa.

Jadi flashback waktu awal-awal ngelahirin Denji, saya pernah nanya ke ayahnya. Punya rencana buat pindah rumah gak? Maksudnya pisah rumah sama orang tua dan mulai hidup mandiri. Kalau jawabannya iya, waktu itu saya minta jangan terlalu lama, jangan nunggu Denji gede sampai dia udah terlalu nyaman dengan lingkungannya. Bukan apa-apa juga, cuman sayanya khawatir aja dengan adaptasi anaknya di tempat baru. Hahaha...ibunya yang parno.

Denji diajak main anak tetangga


Tapi yang namanya tempat baru ya mau enggak mau kita harus beradaptasi, coba mengenal tetangga rumah, tempat-tempat sekitar, sampai kebiasaan-kebiasaan yang sering dilakukan warga situ. Denji pun mulai punya teman, Dewi dan Jessika, anak yang tingal di kontrakan sebelah. Ada juga Tata dan Alvin, kakak beradik yang suka ajak main Denji.

Satu hal yang bikin Denji betah banget di tempat baru yang sekarang yaitu bisa ngelihat kereta api lewat setiap hari. Tahu kan gimana padatnya jadwal commuter line Jabodetabek yang hampir 5 menit sekali lewat. Itu yang bikin dia antusias banget setiap keluar gang pasti bilang "Ta..ta..ta..." Kereta!
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Older Posts

Kontak Penulis

Facebook: Lina Astuti
Instagram: @linaastuti_
Twitter: @naku_ast27
Email: linaastuti27@gmail.com

Member dari

Member dari


Teman-teman

Postingan Terakhir

Postingan Populer

  • Perawatan Wajah di Farina Beauty Clinic
    Jadi ceritanya beberapa hari yang lalu saya pergi ke klinik kecantikan. Niat awalnya hanya untuk facial, karena merasa komedo sudah terlalu...
  • Tips Menjemur Pakaian Dalam
    Bagi semua orang celana dalam (CD) dan bra (khusus bagi wanita) merupakan barang paling pribadi. Ada yang bilang bahwa dua benda tersebut m...
  • Dalam Sakit, Larik Puisi Sapardi Djoko Damono
    Bagi pecinta puisi, siapa yang tak kenal dengan Sapardi Djoko Damono (SSD)? Sastrawan yang terkenal dengan puisi-puisinya yang beraliran pu...
  • Cerita Dalam Filosofi Hujan
    Oleh: Lina Astuti Judul Buku: Jika Hujan Pernah Bertanya Penulis: Robin BIE Wijaya Cetakan: I, Agustus 2011 Penerbit: Leutik...
  • Cara Mudah Mengingat Urutan Satuan Jarak
    Tidak sedikit anak-anak yang kurang menyukai pelajaran Matematika. Pelajaran tersebut dianggap sulit karena berhubungan dengan hitung-mengh...
  • Berbunga (Tutorial Bros Flanel)
    Bismillahirrahmaanirrahiim ehm..test test :D udah lama banget saya gak nulis di blog, rasanya jadi grogi, kayak demam panggung gitu...
  • Resensi Novel Rengganis Altitude 3088
    Rengganis, Novel  Tentang Pendakian Judul Buku: Rengganis Altitude 3088 Penulis: Azzura Dayana Penerbit: Indiva Media Kreasi Tahun Ter...
  • Maaf, Ini Sajak Laki-laki
    ; untuk Aisyah Aku laki-laki, Aisy Punya hati Memiliki puisi, Namun takkan kubagi pada sesiapa pun Tak juga kepadamu Hingga nanti.. ...
  • Alamat Farina Beauty Clinic Seluruh Cabang
    Di postingan sebelumnya saya pernah cerita tentang pengalaman pertama mengunjungi klinik kecantikan, yaitu di Farina Beauty Clinic cabang C...
  • Tutorial Mawar Flanel
    Sebetulnya tutorial ini pernah saya posting di blog. Tapi karena satu insiden yang menyebabkan postingannya hilang, akhirnya kali ini akan...

Arsip Blog

  • ▼  2019 (5)
    • ▼  Februari 2019 (3)
      • Waktu yang Tepat untuk Betah di Rumah
      • Berpergian Bawa Bayi Enaknya Naik Apa?
      • Ibu Rumah Tangga dan Teror Sampah
    • ►  Januari 2019 (2)
  • ►  2018 (29)
    • ►  Desember 2018 (1)
    • ►  November 2018 (1)
    • ►  Oktober 2018 (2)
    • ►  September 2018 (1)
    • ►  Agustus 2018 (3)
    • ►  Juli 2018 (3)
    • ►  Juni 2018 (1)
    • ►  Mei 2018 (2)
    • ►  April 2018 (4)
    • ►  Maret 2018 (4)
    • ►  Februari 2018 (4)
    • ►  Januari 2018 (3)
  • ►  2017 (31)
    • ►  Desember 2017 (3)
    • ►  November 2017 (2)
    • ►  Oktober 2017 (2)
    • ►  September 2017 (3)
    • ►  Agustus 2017 (2)
    • ►  Juli 2017 (3)
    • ►  Juni 2017 (1)
    • ►  April 2017 (4)
    • ►  Maret 2017 (5)
    • ►  Februari 2017 (1)
    • ►  Januari 2017 (5)
  • ►  2016 (22)
    • ►  Desember 2016 (1)
    • ►  November 2016 (3)
    • ►  Oktober 2016 (2)
    • ►  September 2016 (2)
    • ►  Agustus 2016 (1)
    • ►  Juni 2016 (3)
    • ►  April 2016 (2)
    • ►  Maret 2016 (2)
    • ►  Februari 2016 (4)
    • ►  Januari 2016 (2)
  • ►  2015 (52)
    • ►  November 2015 (1)
    • ►  Oktober 2015 (6)
    • ►  September 2015 (11)
    • ►  Agustus 2015 (11)
    • ►  Juli 2015 (5)
    • ►  Juni 2015 (5)
    • ►  Mei 2015 (1)
    • ►  April 2015 (6)
    • ►  Maret 2015 (4)
    • ►  Februari 2015 (2)
  • ►  2014 (3)
    • ►  Desember 2014 (2)
    • ►  Januari 2014 (1)
  • ►  2013 (6)
    • ►  Desember 2013 (5)
    • ►  Maret 2013 (1)
  • ►  2012 (15)
    • ►  Oktober 2012 (1)
    • ►  Mei 2012 (1)
    • ►  Maret 2012 (2)
    • ►  Februari 2012 (2)
    • ►  Januari 2012 (9)
  • ►  2011 (6)
    • ►  Desember 2011 (2)
    • ►  November 2011 (4)
Created with by ThemeXpose