Hal yang saya nanti-nanti di
akhir tahun 2015 adalah terealisasinya pendakian Gunung Gede 2958 mdpl. Ini
merupakan gunung ke-3 yang saya daki setelah Merbabu dan Guntur. Bagi pendaki
pemula seperti saya yang mengaku jatuh cinta dengan gunung pada pandangan
pertama, tentu gunung Gede dengan Alun-alun Surya Kenca-nya menjadi salah satu
tempat yang pengin banget saya singgahi.
Rencana awal, saya akan mendaki gunung
Gede pada 13 Desember dengan rombongan
Backpacker Karawang. Namun karena sesuatu hal dan tentunya belum berjodoh
menyambangi hutan basah taman nasional
gunung Gede pada tanggal tersebut, akhirnya pendakian harus mundur ke tanggal
24 masih di bulan yang sama namun dengan rombongan yang berbeda. Awalnya agak
ragu, karena ini kali pertama pendakian tanpa salah satu pun personil ‘peri
gigi’ (relawan Aku Berdonasi Karawang), karena pendakian sebelumnya saya selalu
bersama mereka. Hingga akhirnya bulat tekad saya untuk mendaki, itu juga
karena Ari yang ngajakin, teman mendaki
bareng waktu ke Guntur.
Gunung Gede berada di kawasan
Taman Nasional Gede Pangrango (TNGP). Katanya, Gede-Pangrango merupakan gunung
yang paling ribet untuk urusan simaksi. Karena sebelumnya pendaki harus
melakukan pendaftaran secara online di
website resmi TNGP dengan beberapa syarat yang harus dipenuhi, antara lain
mengisi data diri, surat keterangan sehat dari dokter, membayar uang simaksi,
dan sebagainya. Saya gak terlalu paham soal simaksi ini, karena semuanya sudah
diurusin sama Ari.
Ada 3 jalur menuju puncak gunung
Gede, yaitu melalui Gunung Putri, Cibodas, dan Salabintana. Saya dan rombongan
yang berjumlah sepuluh orang (delapan laki-laki dan dua perempuan) memilih
jalur Cibodas saat mendaki kemudian turun lewat gunung Putri. Melalui jalur
Cibodas, pendaki jangan khawatir kehabisan persediaan air. Karena di jalur ini
terdapat air terjun yang merupakan sumber mata air, juga terdapat toilet di area camping Kandang
Badak. Asik bener di gunung ada toilet,
pikir saya.
Saya dan rombongan berangkat dari
Karawang pukul sembilan malam dengan menggunakan mobil elef sewaan. Sekitar
pukul setengah satu dini hari kami sampai di bascamp Cibodas. Ketika keluar
dari mobil, berrrrr.. hawa dingin pegunungan langsung menerpa badan hingga ke
tulang-tulangnya. Masya Allah, ini baru di bawah, belum naik apalagi di puncak
gunungnya. Akhirnya kami merapat ke warung untuk memesan minuman hangat.
Warung-warung yang banyak terdapat di area bascamp ini juga menyediakan tempat
istirahat bagi para pendaki. Saya dan teman perempuan memutuskan untuk tidur di
lantai atas warung yang kami singgahi tersebut. Kami beristirahat sambil
menunggu pendakian esok pagi.
Langit Cibodas masih gelap, kami
baru saja usai shalat subuh, sarapan dan menyiapkan carriel masing-masing untuk
bersiap-siap melakukan pendakian. Sebelumnya akan dilakukan pemeriksaan berkas
persyaratan pendakian di bascamp utama. Oia, satu hal yang harus diperhatikan
adalah di gunung Gede pendaki diwajibkan
menggunakan sepatu. Ini kali pertama saya mendaki menggunakan sepatu,
sebelumnya hanya menggunakan sandal gunung biasa. Maklum, pendaki pemula yang
alat-alatnya masih pinjam sana-sini. Hehe.. sebetulnya mendaki menggunakan
sepatu memang lebih safety, tapi karena saya belum terbiasa menggunakan sepatu
gunung yang lumayan berat sehingga langkah kaki terasa lamban, akhirnya tak
jauh setelah melewati pos satu, sepatu saya ganti dengan sandal gunung. Hahaha...
dasar pendaki norak XD.
![]() |
bersama Sonia |
Pada awalnya, jalur pendakian
masih berupa jalan setapak berbatu yang menyerupai anak-anak tangga yang bisa
dibilang landai. Namun karena jam olahraga saya kurang dan tidak disiplin,
akhirnya nafas saya sudah hah-heh-hoh ditingkahi berundak-undak anak-anak
tangga tersebut. Jalur benar-benar landai ketika kaki saya sampai di jembatan kayu
dengan bagian bawah berupa cor-coran. Harus hati-hati karena banyak lubang di
sana-sini, jika lengah sedikit bisa-bisa kaki kita terperosok.
Setelah melewati jembatan kayu,
jalur kembali berupa jalanan menanjak dan berbatu. Tak lama dari situ terdengar
gemericik air dari curug atau air terjun. Suasana terasa begitu asri ketika
gemericik air berkolaborasi dengan kicau burung dan suara serangga gunung
lainnya. Hm... sambil mengatur nafas yang naik-turun, tak lelah saya lirih
berdzikir memuji ciptaan-Nya yang Maha.
Pos pendakian di gunung Gede
ditandai dengan adanya bangunan berupa pendopo kecil yang bisa digunakan untuk
istirahat para pendaki. Karena saya mendaki pada libur natal, tak heran jika
setiap pos banyak ditemui pendaki yang beristirahat di situ. Dari alasan
tersebutlah, maka tiga orang teman satu tim, termasuk Ari memutuskan jalan
duluan untuk mengambil spot camp di Kandang Badak, khawatir tidak kebagian area
camp.
Setelah itu kami melewati aliran
air panas yang hanya bisa dilewati oleh satu orang, jadi harus saling
bergantian, terlebih jika ada pendaki yang berlainan arah atau pendaki yang
turun. Sudah tersedia webing untuk berpegangan, namun harus tetap hati-hati
karena bebatuannya lumayan licin. Uap yang dihasilkan dari aliran air panas itu
cukup hangat dan menarik penasaran saya untuk menyentuh aliran air panasnya
yang ternyata hanya suam-suam kuku. Terbayang seandainnya mempunyai waktu lebih
untuk beristirahat di area ini, saya tak akan segan untuk merendamkan kaki di
aliran airnya, sekedar untuk menghilangkan pegal setelah berjam-jam berjalan
nanjak.
Setelah melewati pos Kandang
Batu, saya kembali mendengar deru suara air dari kejauhan. Itu penanda kalau
kami telah sampai di area camp Kandang Badak. Ketika kaki semakin dekat ke area
camping, terlihat warna-warni tenda pendaki yang sudah terlebih dahulu sampai.
Benar saja, Kandang Badak hampir penuh, beruntung kami mendapatkan tempat
mendirikan tenda ketika ada satu kelompok pendaki yang tengah membongkar
tendanya, kami akan mendirikan tenda di situ.
Jam menunjukkan pukul sebelas
siang, itu artinya kami telah menempuh perjalanan selama enam jam. Mungkin jika
tidak banyak berhenti untuk beristirahat, kami bisa sampai lebih cepat. Namun
satu hal yang membuat saya agak gak percaya, kami akan bermalam di area camp
Kandang Badak ini. Itu artinya saya punya banyak waktu luang untuk beristirahat
dan menikmati alam di sekitar area camp. Sebetulnya kalau mau melanjutkan
perjalanan, kami bisa sampai di puncak sekitar pukul lima sore, tapi menurut
teman satu tim, kita tidak bisa mendirikan tenda di puncak karena puncak 2958
mdpl tidak memiliki area camp. Kecuali jika berniat untuk bermalam di alun-alun
Surya Kencana. Namun urung karena beberapa pertimbangan teman satu tim. Saya
manut saja.
![]() |
Kandang Badak |
Kandang Badak memang tempat yang
dikhususkan pendaki untuk mendirikan tenda. Areanya lumayan luas namun tetap
ada pepohonan, hal tersebut memudahkan kami untuk bisa menambatkan tali agar
tendanya kokoh. Untuk urusan MCK pun sangat mudah. Berjalan sedikit menuruni
area camp, saya bisa menjumpai sumber air yang mengalir dari dua buah pipa,
lengkap sekali dengan kehadiran dua toilet di antara bangunan tua namun lumayan
bersih dan nyaman.
![]() |
Area Camping: Kandang Badak |
Berbeda dengan pendakian
sebelumnya, kali ini saya tidak berburu sunrise maupun sunset. Kami mulai
bergegas meninggalkan Kandang Badak
tepat jam tujuh pagi. Setelah tidur nyenyak semalaman, pagi itu saya siap untuk
mendaki sisa perjalanan menuju puncak.
Setelah meninggalkan Kandang Badak, ternyata trek semakin terjal.
Batu-batu besar mulai menghiasi perjalanan nanjak kami. Saya terpukau ketika
harus melewati tanjakan yang kemiringannya hampir tujuh puluh derajat tapi
terasa lebih mudah karena ada bantuan webbing untuk berpegangan. Tanjakan ini
diberi nama “Tanjakan Setan” mengingatkan saya pada “Jembatan Setan”-nya
Merbabu. Namun saya langsung menggantinya dengan nama “Tanjakan Istighfar”,
hehehe...
![]() |
Tanjakan "Setan" a.k.a Tanjakan Istighfar |
Setelah kurang lebih empat jam
nanjak, pepohonan hutan Gunung Gede yang awalnya rapat-rapat mulai terlihat
jarang. Saya mulai girang, itu artinya puncak sudah di depan mata. Alih-alih
mempercepat langkah, saya malah lebih tertarik memanen buah Cantigi yang tumbuh
lebat di lereng-lereng menuju puncak. Saya tertinggal dengan rombongan ditemani
Ari dan Sonia yang penasaran dengan buah yang saya makan. Waaaaa... kita
bertiga akhirnya gak bisa move on dari si anggur gunung ini. Asli, bagi saya
Gunung Gede adalah surganya Cantigi.
Sesampainya di puncak, perhatian
saya masih belum beralih dari buah Cantigi. Tak lama kemudian berbaur dengan
pendaki lainnya untuk berfoto-ria dan menuntaskan ‘pesanan’ berupa salam dalam
bentuk tulisan dari beberapa teman. Hehehe...
![]() | |||
Kolaborasi: Cantigi CS Edelweis |
![]() |
Puncak Gunung Gede 2958 mdpl |
Setelah merasa cukup beristirahat
di puncak, kami memutuskan untuk segera turun. Tujuan kami berikutnya adalah
Alun-alun Surya Kencana. Sebuah padang luas ditumbuhi rimbunan edelweis yang
membentang. Saya bersemangat sekali menuruni jalan turun setapak yang lumayan terjal. Karena
perjalanan turun, saya hanya butuh waktu lima belas menit dari puncak menuju
Alun-alun Surya Kencana. Setelah sampai di
ladang edelweis yang luas, saya langsung lari-lari kecil kegirangan. Ari spontan
meneriakkan salam. “Assalamu’alaikum, Surya Kencanaaaa”, begitu teriaknya.
Hehe.. Spechles banget lihat edelweis sebanyak itu. And than...tjakep
dikit, jeprett! Tjakep banyak,
jeprettt!! Hahaha... foto-foto, kapan lagi coba?
Setelah puas foto-foto, saya
tiduran di padang Surya Kencana sambil menikmati udara dan pemandangannya. Tak
henti-henti hati saya berdecak kagum melihat ciptaan-Nya yang begitu indah.
Duh, Rabb.. terima kasih atas kesempatan mentafakuri segala nikmat-Mu ini..
![]() |
Surya Kencana |
Kami melanjutkan turun gunung dan
baru sampai di bascamp Putri jam setengah lima sore. Satu hal yang paling saya
syukuri pada pendakian kali ini adalah cuaca cerah ceria, padahal kami mendaki
pada saat musim hujan. Tak terbayangkan ketika sebelumnya mendengar cerita
teman-teman Backpacker Karawang yang mendaki tanggal 13 Desember, mereka
disiram hujan sepanjang perjalanan nanjak dan turun dengan trek Gunung Putri
yang lumayan terjal. Ternyata ini adalah jawaban terbaik, kenapa Allah batalkan
saya berangkat pada tanggal segitu dan baru berkesempatan nanjak dua pekan
setelahnya. Yup, betapa indahnya rencana Allah..