• HOME
  • CATATAN PERJALANAN
  • ULASAN BUKU
  • CERITA IBU
  • DIY/HANDYCRAFT

Blogger Rumahan

Menulis; berbagi ide dan cerita dari rumah

Judul Buku: The Traveler's Wife
Penulis: Tias Tatanka
Penerbit: Salsabila
Tahun Terbit: April 2015
Tebal: 242 Halaman 
The Traveler's Wife (Dokpri)
TAK bisa dipungkiri bahwa traveling adalah suatu hal yang menyenangkan. Banyak orang yang sengaja mengagendakan waktunya jauh-jauh hari untuk melakukan kegiatan yang satu ini.  Tak jarang pula mereka yang hendak melakukan traveling, harus rela menuntaskan pekerjaannya lebih dahulu agar saat bepergian jauh tak ada tanggung jawab yang ditinggalkan. Tapi bagaimana jika seorang ibu yang akan melakukan traveling, padahal seperti yang kita tahu bahwa pekerjaan seorang ibu tak pernah ada habisnya? Itulah yang dialami oleh Tias Tatanka yang merupakan istri dari penulis buku Balada si Roy, Gol A Gong. Dalam bukunya yang berjudul The Traveler’s Wife, Tias menceritakan bagaimana beratnya meninggalkan keempat orang anaknya untuk menemani sang suami traveling. Kepergian Tias dan suami bukan hanya dalam rangka jalan-jalan, namun juga untuk menuntaskan tugas sang suami dalam rangka tour Asia untuk memberikan pelatihan menulis. Tak tanggung-tanggung, tujuh negara selama empat puluh delapan hari ia akan meninggalkan anak-anaknya tersebut.

”Bayangan anak-anak dan pekerjaan yang menumpuk membuatku gentar. Ya, sejujurnya kakiku pun sebenarnya ingin melangkah. Kami pernah bepergian sebelumnya, jadi pernah kurasakan nikmatnya. Hanya saja perjalanan itu tidak terlalu jauh dan paling lama 12 hari. Hingga, jika terjadi apa-apa masih bisa disusul, karena masih di pulau Jawa.” (hal: 7)

Persiapan ekstra kerap dilakukan Tias menjelang keberangkatan. Salah satunya dengan memastikan anak-anaknya berada di tangan yang tepat selama ia pergi. Pilihan jatuh kepada ibu dan ibu mertuanya yang akan menjaga anak-anaknya secara bergantian. Namun tidak selesai sampai di situ, perasaan rindu pada anak-anak kerap menghinggapi hati Tias di sela perjalanannya tersebut.

Mimpi Sepasang Sepatu Boots

Hal yang tak pernah terlewat dari sebuah perjalanan adalah sepatu atau alas kaki. Setidaknya sepasang benda pelindung kaki itu yang akan setia menemani. Sepatu identik dengan perjalanan, tak heran jika banyak buku traveling yang menjadikan sepatu sebagai cover depan, termasuk buku ini.

Di halaman awal Tias menceritakan persiapannya dalam memilih sepatu untuk perjalanan 48 harinya bersama suami. Memilih sepatu tentu bukan hanya dari tampilan luarnya, tapi dari sisi kenyamanan pada saat memakainya. Tias memilih sepatu yang nyaman dan empuk, agar tak merepotkan ketika dibawa jalan. Akhirnya mereka memutuskan untuk membeli sepatu boots yang sama, membuat mereka terlihat kompak.

Dari Singapura Sampai Tanah Suci Makkah

Singapura adalah negara pertama yang dituju. Di negara tersebut suami Tias akan mengisi pelatihan menulis di Sekolah Indonesia Singapura. Selain mengisi pelatihan, mereka juga menyempatkan jalan-jalan untuk  menikmati Singapura di sore hari karena keesokannya sudah harus menuju Malaysia, menunaikan agenda pelatihan lainnya.

Perjalanan tak selamanya berjalan mulus. Menuju Thailand, Tias harus menghadapi situasi yang tak mengenakkan, suaminya ambruk.

“Suamiku enggak kuat menahan sakit di perutnya. Ia menduga ini disebabkan 'salah makan' saat di stasiun Kuala Lumpur.  Badannya mulai demam saat dzuhur tiba.” Hal: 38.

Di situ Tias berhadapan dengan situasi yang tak pernah diduga sebelumnya. Terlebih mereka berada di negara yang asing dan jauh dari rumah, membuat suasana terasa genting. Hal tersebut yang mendorong Tias untuk bisa mengatasi masalahnya dengan tenang. Rencana awal akhirnya berubah. Mereka memutuskan untuk mengganti kendaraan menuju Bangkok. Hal tersebut didasarkan  karena kondisi suaminya yang sakit, tak memungkinkan untuk bepergian menggunakan kereta. Dengan bersusah payah seorang diri, ia membatalkan tiket kereta api dan memesan tiket pesawat Thai airways.

Negara selanjutnya adalah India. Negara yang dengan segala hiruk-pikuknya membuat penulis jatuh cinta pada negeri yang terkenal dengan bangunan bersejarahnya, Tazmahal. Saking jatuh cintanya, Tias menuliskan lebih dari sepertiga judul perjalanannya di India dari 30 judul yang ada di dalam buku ini.

Melepas kota Mumbai, India, perjalanan selanjutnya adalah negara-negara di  Uni Emirat Arab. Tiga negara terakhir adalah Dubai, Qatar, dan Arab Saudi. Namun sebelum menuju tanah suci, penulis sempat pulang ke Indonesia. Awalnya mereka berniat ke Makkah untuk sekalian umroh dengan menggunakan jalur darat langsung dari Qatar. Namun karena satu dan banyak hal yang tidak memungkinkan, akhirnya mereka harus pulang terlebih dahulu dan melanjutkan perjalanan umrah dari tanah air. Mungkin ini salah satu jalan-Nya agar ia bisa melepas rindu dengan anak-anaknya.

“Di halaman depan masjid aku tertegun sejenak. Telah sampai kami di depan masjidmu, ya Rasulullah. Rindu ini mengembang seperti payung di pelataran depan, menaungi jamaah dari terik matahari. Beberapa detik berikutnya suamiku menggamit tanganku, mengajak memasuki gerbang masjid.” Hal: 223.

Begitulah, tanah suci Makkah menjadi penutup yang indah dari catatan perjalanan seorang istri dalam buku The Wife’s Travelers ini. Gaya tutur penulis yang luwes, membuat pembaca ikut merasakan gejolak emosi, luapan rindu, kepanikan, dan bahagia yang dirasakannya selama perjalanan menjelajahi 7 negara.

Banyak perjalanan dengan tujuan yang sama, yang membedakan adalah dengan siapa kita menempuh perjalanan tersebut. Dan perjalanan panjang bersama suami, tentu akan menambah kedekatan serta rasa cinta antara pasangan tersebut. 

Buku ini bisa menjadi inspirasi bagi pasangan suami-istri yang ingin traveling berdua sekaligus referensi bagi para pelancong, terutama bagi para istri sekaligus ibu yang berniat untuk bepergian jauh tanpa mengikutsertakan anak-anak.

*Kutunaikan janjiku dan permintaanmu
Dini hari, 24 Feb 2016



Share
Tweet
Pin
Share
3 komentar
Sebagai orang yang hobi beli buku, minjemin, nyampulin, tapi bacanya kadang susah, hehe.. saya tertarik untuk mengikuti challenge ini. This is a simple challege. Tapi harus konsisten karena kalau enggak bisa aja tergoda buat dibeliin permen. hohoho..

Berawal dari blognya mba Alvina. Begini peraturannya:

1. Kumpulkan semua uang receh yang kamu punya sejak bulan Januari-Desember 2016
2. Setelah akhir tahun, hitung jumlah uang tersebut dan belikan buku yang kamu inginkan/bukunya dihadiahkan ke orang lain
3. Buat postingan tentang challenge ini di blog kamu, share di media sosial yang kamu punya
4. Pasang banner Receh Untuk Buku 2016

Simpel kan? Yeaaahh semangat ngumpulin receh:D
Share
Tweet
Pin
Share
10 komentar
BELAKANGAN ini heran lihat teman-teman di satu komunitas yang hobi banget kulineran. Hampir tiap malam kalau nongol di grup whatsapp obrolannya gak jauh dari “Kuliner dimana malam ini, Bro?” Awal-awal sih sempet tertarik buat ikut nongkrong di tempat makan pilihan mereka atau blusukan Karawang buat cari tempat makan yang katanya rekomended. Tapi lama-lama kalau dipikir boros juga ya kulineran mulu. Apalagi mereka rata-rata cari tempat makan enak yang tentunya berbanding lurus sama harganya yang segambreng. Bikin pengin nangis kalau lihat isi dompet. Da aku mah apa atuh, hanya bubuk Rengginang *Nangis di pojokan sambil peluk lutut* eh, apa tadi, bubuk Rengginang? Hm..

Ngomongin Rengginang jadi inget lebaran. Biasanya H+ sekian setelah lebaran, tiba-tiba kaleng biskuit keluarga isinya berubah bentuk jadi Rengginang. Tanya si Mamah dengan santai ngejawab, “Oh, musim lebaran emang banyak yang jualan biskuit palsu. Makanya hati-hati kalau beli sesuatu, apapun itu. semuanya serba dipalsukan, termasuk rengginang.” Wew, itu sih akal-akalannya si mamah aja. Buahahahhh..

Tapi beneran deh, kalau ngomongin soal makanan tradisional asli Indonesia yang satu itu, berdasarkan kesoktahuan penulis nih,  banyak pemuda yang ngerasa kok gak elit banget gitu ya makan Rengginang. Makanan jadul. Makanan emak-bapak-nini-aki. Hihihi.. belagu banget ya pemuda. Padahal ba’da lebaran pas kue nastar dan opor ayam habis, si pemuda diem-diem ngemil Rengginang di kamar sendirian. Takut ketahuan gebetan. Alamak XD

Namun pada akhirnya sodara-sodara, pernyataan yang menyatakan kalau Rengginang adalah makanan orang tua kini tertepis sudah. Hal itu terjadi semenjak kehadiran produk makanan yang memiliki tageline #revolusiKetan ini menghadirkan Rengginang dalam kemasan yang berbeda. Berbeda dalam hal penyajian/packaging maupun dari varian rasanya.
Awalnya saya penasaran pas salah satu rekan guru nawarin Rengginang Eyang. What? Apa tadi Rengginang Eyang? Tuh kan dari namanya aja ada eyang-eyangnya, jadul kan? XD hahaha.. akhirnya nyobain deh beli satu bungkus yang rasa pedas. Harganya lumayan terjangkau, tiga belas ribu perbungkusnya (90 gr). Pas dilihat penampakannya, waaaa... packagingnya keren juga nih. Terus pas dilihat isinya... lah, mini banget rengginangnya. Ini sih namanya Rengginang anaknya, atau Rengginang cucunya, bukan Rengginang Eyang. Hehe. Pas dicoba rasanya.. satu biji habis, hm... dua tiga empat lima.. eh gak kerasa satu bungkus habis sendiri. Hihihi. Dan rasanya ternyata enak. Karena selama ini kan biasanya makan Rengginang ya gitu-gitu aja rasanya.

Setelah dikepoin, ternyata Rengginang Eyang ini ada tujuh varian rasa. Original, keju, ayam panggang, pizza, pedas, dan super pedas. Wah, jadi penasaran nih pengin coba rasa yang lain.

Dari situ mulai penasaran kan dan akhirnya coba searching di medsos. Ketemu lah instagramnya. Eh, ternyata produksinya itu di Karawang, kota dimana saya tinggal sekarang. Duh, jodoh deh sama Rengginang Eyang.

Nah, cuman mau kasih tahu aja sih. Kalau masih susah cari Rengginang Eyang padahal kamu udah ngiler banget pengen nyobain lezatnya, kontak aja teman saya yang satu ini. Doi bos Rengginang Eyang untuk wilayah Cikampek dan Sekitarnya loh.. (red: reseller).

Hm.. Semenjak ada Renginang Eyang, kita selaku anak muda jadi malu pernah bilang kalau makanan tradisional itu tua, jadul, gak gaul, dll. Maafkan hamba ya Allah.. 
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Newer Posts
Older Posts

Kontak Penulis

Facebook: Lina Astuti
Instagram: @linaastuti_
Twitter: @naku_ast27
Email: linaastuti27@gmail.com

Member dari

Member dari


Teman-teman

Postingan Terakhir

Postingan Populer

  • Perawatan Wajah di Farina Beauty Clinic
    Jadi ceritanya beberapa hari yang lalu saya pergi ke klinik kecantikan. Niat awalnya hanya untuk facial, karena merasa komedo sudah terlalu...
  • Tips Menjemur Pakaian Dalam
    Bagi semua orang celana dalam (CD) dan bra (khusus bagi wanita) merupakan barang paling pribadi. Ada yang bilang bahwa dua benda tersebut m...
  • Dalam Sakit, Larik Puisi Sapardi Djoko Damono
    Bagi pecinta puisi, siapa yang tak kenal dengan Sapardi Djoko Damono (SSD)? Sastrawan yang terkenal dengan puisi-puisinya yang beraliran pu...
  • Sambal Tempe Ayam Suwir SO GOOD, Variasi Menu Piring Gizi Seimbang
    Para emak pasti setuju kalau aktifitas masak-memasak itu menguras empat hal ini: waktu, tenaga, materi, dan pikiran. Saya pribadi sebagai ...
  • Cara Mudah Mengingat Urutan Satuan Jarak
    Tidak sedikit anak-anak yang kurang menyukai pelajaran Matematika. Pelajaran tersebut dianggap sulit karena berhubungan dengan hitung-mengh...
  • Solusi Pegal-pegal untuk Pekerja Kantoran
    Gambar: karimuslim.com Seorang pekerja kantoran biasanya dapat menghabiskan waktu dalam kurun waktu yang sangat panjang dalam sehari d...
  • Genset: Alat Penting untuk Kebutuhan yang Genting
    Zaman sekarang ini siapa sih yang tidak membutuhkan tenaga listrik? Apalagi hidup di kota besar seperti Jakarta. Mulai dari kebutuhan prib...
  • Cerita Dalam Filosofi Hujan
    Oleh: Lina Astuti Judul Buku: Jika Hujan Pernah Bertanya Penulis: Robin BIE Wijaya Cetakan: I, Agustus 2011 Penerbit: Leutik...
  • Resensi Novel Rengganis Altitude 3088
    Rengganis, Novel  Tentang Pendakian Judul Buku: Rengganis Altitude 3088 Penulis: Azzura Dayana Penerbit: Indiva Media Kreasi Tahun Ter...
  • Pengalaman Mengatasi Biang Keringat pada Bayi
    Dulu sebelum punya anak, saya menganggap biang keringat merupakan sakit remeh-temeh dan bukan sesuatu yang perlu dikhawatirkan. Terleb...

Arsip Blog

  • ►  2020 (10)
    • ►  Desember 2020 (1)
    • ►  September 2020 (1)
    • ►  Juli 2020 (2)
    • ►  Juni 2020 (2)
    • ►  Februari 2020 (1)
    • ►  Januari 2020 (3)
  • ►  2019 (27)
    • ►  Desember 2019 (1)
    • ►  November 2019 (3)
    • ►  Oktober 2019 (4)
    • ►  September 2019 (1)
    • ►  Agustus 2019 (4)
    • ►  Juli 2019 (4)
    • ►  Juni 2019 (3)
    • ►  Mei 2019 (2)
    • ►  Februari 2019 (3)
    • ►  Januari 2019 (2)
  • ►  2018 (29)
    • ►  Desember 2018 (1)
    • ►  November 2018 (1)
    • ►  Oktober 2018 (2)
    • ►  September 2018 (1)
    • ►  Agustus 2018 (3)
    • ►  Juli 2018 (3)
    • ►  Juni 2018 (1)
    • ►  Mei 2018 (2)
    • ►  April 2018 (4)
    • ►  Maret 2018 (4)
    • ►  Februari 2018 (4)
    • ►  Januari 2018 (3)
  • ►  2017 (31)
    • ►  Desember 2017 (3)
    • ►  November 2017 (2)
    • ►  Oktober 2017 (2)
    • ►  September 2017 (3)
    • ►  Agustus 2017 (2)
    • ►  Juli 2017 (3)
    • ►  Juni 2017 (1)
    • ►  April 2017 (4)
    • ►  Maret 2017 (5)
    • ►  Februari 2017 (1)
    • ►  Januari 2017 (5)
  • ▼  2016 (22)
    • ►  Desember 2016 (1)
    • ►  November 2016 (3)
    • ►  Oktober 2016 (2)
    • ►  September 2016 (2)
    • ►  Agustus 2016 (1)
    • ►  Juni 2016 (3)
    • ►  April 2016 (2)
    • ►  Maret 2016 (2)
    • ▼  Februari 2016 (4)
      • The Traveler's Wife
      • Receh untuk Buku 2016 [Master Post]
      • Rengginang Eyang, Sebuah Revolusi Ketan
      • LG Mobile, Si Mesin Bandel yang Tetap Jadi Pilihan
    • ►  Januari 2016 (2)
  • ►  2015 (52)
    • ►  November 2015 (1)
    • ►  Oktober 2015 (6)
    • ►  September 2015 (11)
    • ►  Agustus 2015 (11)
    • ►  Juli 2015 (5)
    • ►  Juni 2015 (5)
    • ►  Mei 2015 (1)
    • ►  April 2015 (6)
    • ►  Maret 2015 (4)
    • ►  Februari 2015 (2)
  • ►  2014 (3)
    • ►  Desember 2014 (2)
    • ►  Januari 2014 (1)
  • ►  2013 (6)
    • ►  Desember 2013 (5)
    • ►  Maret 2013 (1)
  • ►  2012 (15)
    • ►  Oktober 2012 (1)
    • ►  Mei 2012 (1)
    • ►  Maret 2012 (2)
    • ►  Februari 2012 (2)
    • ►  Januari 2012 (9)
  • ►  2011 (6)
    • ►  Desember 2011 (2)
    • ►  November 2011 (4)
Created with by ThemeXpose